image

Artikel Tentang Gender

image

Stop Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak!

"Bukan laki-laki yang hendak kami lawan, melainkan pikiran kolot dan adat usang” – RA Kartini

Maraknya kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak menimbulkan adanya fenomena gap gender. Kondisi dimana adanya perasaan superioritas dan lebih besarnya kekuatan antara satu gender ke gender yang lain yang kemudian menciptakan adanya kesenjangan. Hal lain juga disebabkan kan karena adanya pemikiran dan adat serta norma-norma sosial yang masih kental di masyarakat seperti adanya pepatah Jawa bahwa perempuan memang hanya bertugas sebatas“masak, manak, macak”. Hal ini membuat pergerakan dan potensi perempuan terhalangi. Keterbatasan kesetaraan perempuan dalam karir dan peran politik masih tergolong minim. Kekerasan yang terjadi perempuan dan anak tidak akan terjadi ketika perempuan dan anak di rendahkan atau ditaruh posisinya dibawah gender lain. Padahal, lebih dari itu perempuan mampu berperan, menyuarakan pendapat, memimpin dan bahkan memberikan sebuah perubahan.

Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Per 12 April 2019 tercatat terdapat 195 kasus kekerasan pada anak di Kota Semarang. Bentuk kekerasan yang terjadi antara lain adalah kekerasan fisik, psikis, eksploitasi, trafficking, penelantaran dan bentuk kekerasan lainnya. Sedangkan angka kasus kekerasan terhadap perempuan per 12 Oktober 2020 adalah sejumlah 122 kasus.  Sejak tahun 2018 hingga 2020 terjadi penurunan angka kekerasan pada perempuan di Kota Semarang. Pada tahun 2018 tercatat terdapat 310 kasus sedangkan pada tahun 2019 227 kasus. Pada tahun 2020 tercatat bahwa terdapat 122 kasus kekerasan terhadap perempuan yang tersebar pada 16 Kecamatan di Kota Semarang. Posisi 3 teratas terletak pada Kecamatan Semarang Timur (27 kasus), Kecamatan Pedurungan (16 kasus), dan Kecmatan Tembalang (12 kasus).

Dalam rangka penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, terdapat 7 poin rekomendasi yang dicanangkan oleh berbagai instansi, organisasi perempuan, komunitas, dan aktivis perempuan. Poin yang direkomendasikan antara lain:

1. Pemberian kesempatan dan pengambilan keputusan pada perempuan
2. Mendorong terciptanya relasi yang aman dan nyaman.
3. Mendorong perempuan untuk menempati posisi strategis
4. Mendorong kerjasama yang kuat antara perempuan dengan pemerintah. 
5. Mendorong perempuan untuk berperan dalam perdamaian dan kekerasan
6. Mendorong perempuan untuk ikut serta dalam pencegahan intoleransi 
7. Mendorong perempuan untuk ikut berperan dalam penceghan perdagangan perempuan dan anak, serta perkawinan usia anak.

Secara sederhana, perempuan dan anak hanya ingin dilihat sebagai seorang individu dan manusia, tanpa melihat gender mereka apa. Diperlakukan tidak menyimpang, tidak terus menerus menjadi korban pelecehan seksual, korban kekerasan, dan mendapatkan hak yang sama dalam segala aspek kehidupan.